Pages

Jumat, 30 Mei 2014

Empat Tahapan Pelanggaran Riba Dalam Al-Qur’an

dari muhsinhar.staff.umy.ac.id

1. Tahap Pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba pada zahirnya menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT.

Firman Allah SWT:

يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَيُحْيِي الأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَكَذَلِكَ تُخْرَجُونَ

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (QS. ar-Rum/30: 19)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan ayat ini, barangsiapa yang memberikan sesuatu guna mengharapkan balasan manusia yang lebih banyak kepadanya dari apa yang diberikan, maka perilaku ini tidak akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Demikian yang ditafsirkan oleh Ibnu `Abbas, Mujahid, adh-Dhahhak, Qatadah, `Ikrimah, Muhammad bin Ka’ab dan asy-Sya’bi.

Rasulullah s.a.w. melarangnya secara khusus. Itulah yang dikatakan adh-Dhahhak dan dia berdalil dengan firman Allah SWT.:

“Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” Yaitu, janganlah engkau memberikan sesuatu karena menghendaki sesuatu yang lebih besar dari pemberianmu itu. Dan Ibnu Abbas berkata: “Riba itu ada dua, yakni riba yang tidak sah yaitu riba buyu’ dan riba yang tidak mengapa, yaitu hadiah yang diberikan seseorang karena tidak berharap kelebihan dan pelipatannya.

2. Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.

Firman Allah SWT:

فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160) وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (161)

“Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, kami harankan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. an-Nisa’/4: 160-161)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, sesungguhnya Allah telah melarang riba kepada mereka, akan tetapi mereka justru memakan, mengambil dan menghiasinya dengan berbagai pikatan dan berbagai bentuk syubhat, serta memakan harta orang lain secara bathil. Allah berfirman: “Kami telah menyediakan orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”

3. Tahap ketiga, riba itu diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda.

Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” (QS. Ali-’Imran/3: 130)

Melalui firman-Nya diatas, Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman melakukan riba dan memakannya dengan berlipat ganda. Sebagaimana pada masa jahiliyah dulu mereka mengatakan: “Jika hutang sudah jatuh tempo, maka ada dua kemungkinan; dibayar atau dibungakan. Jika dibayar, maka selesai sudah urusan. Dan jika tidak dibayar, maka ditetapkan tambahan untuk jangka waktu tertentu dan kemudian ditambahkan pada pinjaman pokok.” Demikian seterusnya pada setiap tahunnya. Mungkin jumlah sedikit bisa berlipat ganda menjadi banyak.

4. Tahap akhir sekali, ayat riba diturunkan oleh Allah SWT. Yang dengan jelas sekali mengharamkan sebarang jenis tambahan yang diambil daripada jaminan.

Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ (279)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut, jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS. al-Baqarah/2: 278-279)

Zaid bin Aslam, Ibnu Juraij, Muqatil bin hayan dan as-Suddi menyebutkan bahwa redaksi ayat ini diturunkan berkenaan dengan Bani `Amr bin Umair dari suku Tsaqif dan Bani Mughirah dari Bani Makhzum. Di antara mereka telah terjadi praktek riba pada masa jahiliyah. Setelah Islam datang dan mereka memeluknya, suku tsaqif meminta untuk mengambil harta Riba itu dari mereka. Kemudian mereka bermusyawarah, dan Bani Mughirah pun berkata: “Kami tidak akan melakukan riba dalam Islam dan menggantikannya dengan usaha yang disyariatkan. Kemudian `Utab bin Usaid, pemimpin Makkah, menulis surat membahas mengenai hal itu dan mengirimkannya kepada Rasulullah s.a.w.. Maka turunlah ayat tersebut. Lalu Rasulullah s.a.w. membalas surat ’Utab dengan surat yang berisi:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut, jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.”

Ayat ini merupakan peringatan keras dan ancaman yang sangat tegas bagi orang yang masih tetap mempraktekkan riba setelah adanya peringatan tersebut.

Ibnu Juraij menceritakan Ibnu `Abbas mengatakan bahwasannya ayat ini maksudnya ialah, yakinlah bahwa Allah dan Rasul akan memerangi kalian.

Sedangkan menurut `Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu `Abbas mengenai firman Allah tentang riba, maksudnya, barangsiapa yang masih tetap melakukan praktek riba dan tidak melepaskan diri darinya, maka wajib atas Imam kaum Muslimin untuk memintanya bertaubat, jika ia mau melepaskan diri darinya, maka keselamatan baginya, dan jika menolak, maka ia harus dipenggal lehernya.

Ibnu Mardawaih meriwayatkan, Imam asy-Syafi’i memberitahu kami, dari Sulaiman bin `Amr, dari ayahnya, ia menceritakan, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Ketahuliah, sesungguhnya setiap riba dari riba Jahiliyah itu sudah dihapuskan. Maka bagi kalian pokok harta (modal) kalian, kalian menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

Dan Firman Allah Ta’ala berikutnya:

وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menshadaqahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahuinya.” (QS. al-Baqarah/2: 280)

PT BPRS Buana Mitra Perwira

About PT BPRS Buana Mitra Perwira

BPRS Buana Mitra Perwira adalah Bank Syariah pertama yang didirikan di Purbalingga, dengan status Perseroan Terbatas (PT). Kepemilikan saham oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga (PSP) dan KSU Buana Nawa Kartika.

Subscribe to this Blog via Email :

2 komentar

Write komentar
Qolida
AUTHOR
4 Januari 2017 pukul 10.19 delete

Asslkm.wr.wb.
Mohon infonya BPRSBMP, sistem bagi hasil dari pembiayaan di BMP berdasarkan prosentase dari laba nasabah atau prosentase dari poko pinjaman? Trims. Jawabannya

Reply
avatar
Khaulah
AUTHOR
23 Januari 2021 pukul 05.55 delete

Bismillah
Afwan ayat pertama ar ruum bukan ayat 19 tapi 39,tulisan arab dan nomor ayat nya perlu diperbaiki
Syukron

Reply
avatar