Sejak pertama kali didirikan pada tahun 1992 hingga saat ini Indonesia memiliki 13 bank syariah, 22 unit usaha syariah, dan lebih dari 160 bank pembiayaan rakyat syariah diseluruh wilayah Indonesia. Selain itu, sejak 2016 lalu, perbankan syariah telah mampu menembus level psikologis 5 persen pangsa pasar dibanding dengan bank konvensional.
Bank Indonesia sebagai induk dari semua bank di Indonesia juga telah mendukung bank syariah sejak 15 tahun lalu memalui pembuatan cetak biru pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Bahkan setahun kemudian, yaitu pada tahun 2000, Bank Indoensia membuka sebuah direktorat baru yang bernama Direktorat Perbankan Syariah yang berarti bank sentral mendukung penuh hadirnya perbankan syariah di Indonesia. Saat ini juga sudah terdapat Undang-Undang (UU) yang mengatur tentang perbankan syariah yaitu UU nomor 21 Tahun 2008. Namun dibalik semua pencapaian yang telah didapat terdapat sejumlah tantangan yang akan dihadapi kedepan, dalam hal ini diperlukan berbagai terobosan untuk memperluas manfaat perbankan syariah.
Pertama, perbankan syariah membutuhkan kebijakan dan regulasi pemerintah yang kondusif dan afirmatif terhadap ekonomi dan keuangan syariah. Sebabnya ialah selama ini perbankan syariah dibebaskan bersaing dengan perbankan konvensional dalam banyak hal , padahal dari berbagai sisi, misalnya kemapuan pendaaan, perbankan syariah masih jauh dari perbankan konvensional. Artinya, diperlukan political will dari pemerintah untuk turut serta mengembangkan perbankan syariah lebih jauh lagi.
Kedua, saat ini Indonesia telah memiliki sebuah institusi untuk menangani keuangan syariah secara lintas kemneterian/lembaga, yaitu Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Tidak tanggung-tanggung, pimpinan KNKS dipegang langsung oleh presiden Joko Widodo. Namun, KNKS saat ini perlu diberdayakan lebih jauh karena belum terlihat gebrakan yang mampu mendongkrang persoalan perbankan syariah selama ini. Selain itu, kehadiran Presiden Jokowi sebagai nakhoda sesungguhnya juga sangat dibutuhkan agar terdapat keselarasan visi dan koordinasi antar kementerian/lembaga yang berada dalam naungan KNKS. Dengan begitu, impian Preside Jokowi agar Indonesia mampu menjadi pusat keuangan syariah dunia dapat tercapai secepatnya.
Ketiga orientasi pragmatis semata dalam bisnisnya harus diubah dalam model bisnis perbankan syariah. Sebabnya ialah terdapat persepsi yang berkembang bahwa perbankan syariah hanya mengejar keuntungan. Kejadian yang menggambarkan ini adalah, misalnya kejadian pemberian pinjaman kepada PT Rockit Aldeway oleh Bank Muamalat sebesar Rp 100 miliar pada November 2015 dan seketika macet di bulan selanjutnya, Desember 2015. Selain itu, pemberian fasilitas pembiayaan oleh sindikasi perbankan syariah kepada PT BIJB juga dapat dianggap bermasalah karena pembangunan Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat, itu menggusur ribuan warga secara paksa dan mencerabut masyarakat dari penghidupannya sebagai petani. Dalam hal ini, perbankan syariah pula mengejar kemaslahatan umat yang dapat diukur melalui Maqashid Sharia Index (MSI). Tidak lupa juga untuk terus menjaga perbankan syariah dalam kerangka sharia compliance sehingga tidak keluar dari koridor-koridor syariah yang ditetapkan.
Keempat, perbankan syariah perlu menggagas untuk mendirikan sebuah sekolah atau institut yang mampu menjadi penyelia Sumber Daya Insani (SDI) bagi perbankan syariah. Selayaknya Perbanas yang memiliki Perbanas Institute, Aliansi bank-bank syariah juga membuat hal serupa. Pendirian institusi pendidikan sangat perlu untuk dilaksanakan sesegera mungkin mengingat perbankan syariah selalu kekurangan stok SDI, sehingga perbankan syariah selama ini banyak yang mengambil jalan pintas defisit SDI dengan membajak bankir konvensional ke bank syariah. Dengan seperti itu pula, perbankan syariah dapat membuat tata kelola dan mitigasi risiko yang mampu mencegah fraud dan moral hazard karena dengan kemandirian institusi pendidkan yang didirikan oleh perbankan syariah, institusi tersebut dapat membuat standarisasi lulusan yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi di industri perbankan syariah. Pada akhirnya, bahaya laten defisit SDI yang setiap tahunnya mencapai ribuan dapat teratasi secara perlahan kedepannya.
Kelima, tidak lupa juga bahwa perbankan syariah harus menginvestasikan dana yang cukup untuk bidang penelitian dan pengembangan serta teknologi dan informasi. Tujuan dari investasi tersebut adalah untuk lebih meningkatkan efisiensi dan skala industri, variasi dari produk-produk yang dikeluarkan, dan tentu saja memenuhi harapan dan ekspektasi masyarakat luas. Hal ini sangat penting dilakukan agar dapat tergali sisi unik dari perbankan syariah dibandingkan institusi kuangan lainnya. dengan ditemukannya sisi unik tersebut, perbankan syariah dapat menciptakan inovasi dan diferensiasi produk-produk syariah dan berimplikasi pada positioning perbankan syariah yang buak lagi market follower, tetapi market leader
Keenam adalah sosialisasi secara terus-menerus oleh perbankan syariah. Sosialisasi penting untuk terus dilaksanakan diberbagai daerah di Indonesia sehingga masyarakat semakin paham tentang perbankan syariah dan apa yang dibawa olehnya. Selain itu, akad-akad syariah yang ada di perbankan syariah justru dapat dilihat dari sudut pandang peluang, bukan hambatan, apabila sosialisasi dilakukan dengan strategi yang matang. Hal-hal tersebut di atas dapat terlaksana apabila terdapat sinergi tersebut terjadi, ke depan perbankan syariah tidak lagi dianggap sebelah mata dan tidak sekadar menjadi alternatif, tetapi juga menjadi solusi bagi masyarakat Indonesia.
Sumber : www.republika.co.id oleh Izzudin Al Farras Adha
Pertama, perbankan syariah membutuhkan kebijakan dan regulasi pemerintah yang kondusif dan afirmatif terhadap ekonomi dan keuangan syariah. Sebabnya ialah selama ini perbankan syariah dibebaskan bersaing dengan perbankan konvensional dalam banyak hal , padahal dari berbagai sisi, misalnya kemapuan pendaaan, perbankan syariah masih jauh dari perbankan konvensional. Artinya, diperlukan political will dari pemerintah untuk turut serta mengembangkan perbankan syariah lebih jauh lagi.
Kedua, saat ini Indonesia telah memiliki sebuah institusi untuk menangani keuangan syariah secara lintas kemneterian/lembaga, yaitu Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS). Tidak tanggung-tanggung, pimpinan KNKS dipegang langsung oleh presiden Joko Widodo. Namun, KNKS saat ini perlu diberdayakan lebih jauh karena belum terlihat gebrakan yang mampu mendongkrang persoalan perbankan syariah selama ini. Selain itu, kehadiran Presiden Jokowi sebagai nakhoda sesungguhnya juga sangat dibutuhkan agar terdapat keselarasan visi dan koordinasi antar kementerian/lembaga yang berada dalam naungan KNKS. Dengan begitu, impian Preside Jokowi agar Indonesia mampu menjadi pusat keuangan syariah dunia dapat tercapai secepatnya.
Ketiga orientasi pragmatis semata dalam bisnisnya harus diubah dalam model bisnis perbankan syariah. Sebabnya ialah terdapat persepsi yang berkembang bahwa perbankan syariah hanya mengejar keuntungan. Kejadian yang menggambarkan ini adalah, misalnya kejadian pemberian pinjaman kepada PT Rockit Aldeway oleh Bank Muamalat sebesar Rp 100 miliar pada November 2015 dan seketika macet di bulan selanjutnya, Desember 2015. Selain itu, pemberian fasilitas pembiayaan oleh sindikasi perbankan syariah kepada PT BIJB juga dapat dianggap bermasalah karena pembangunan Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat, itu menggusur ribuan warga secara paksa dan mencerabut masyarakat dari penghidupannya sebagai petani. Dalam hal ini, perbankan syariah pula mengejar kemaslahatan umat yang dapat diukur melalui Maqashid Sharia Index (MSI). Tidak lupa juga untuk terus menjaga perbankan syariah dalam kerangka sharia compliance sehingga tidak keluar dari koridor-koridor syariah yang ditetapkan.
Keempat, perbankan syariah perlu menggagas untuk mendirikan sebuah sekolah atau institut yang mampu menjadi penyelia Sumber Daya Insani (SDI) bagi perbankan syariah. Selayaknya Perbanas yang memiliki Perbanas Institute, Aliansi bank-bank syariah juga membuat hal serupa. Pendirian institusi pendidikan sangat perlu untuk dilaksanakan sesegera mungkin mengingat perbankan syariah selalu kekurangan stok SDI, sehingga perbankan syariah selama ini banyak yang mengambil jalan pintas defisit SDI dengan membajak bankir konvensional ke bank syariah. Dengan seperti itu pula, perbankan syariah dapat membuat tata kelola dan mitigasi risiko yang mampu mencegah fraud dan moral hazard karena dengan kemandirian institusi pendidkan yang didirikan oleh perbankan syariah, institusi tersebut dapat membuat standarisasi lulusan yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi di industri perbankan syariah. Pada akhirnya, bahaya laten defisit SDI yang setiap tahunnya mencapai ribuan dapat teratasi secara perlahan kedepannya.
Kelima, tidak lupa juga bahwa perbankan syariah harus menginvestasikan dana yang cukup untuk bidang penelitian dan pengembangan serta teknologi dan informasi. Tujuan dari investasi tersebut adalah untuk lebih meningkatkan efisiensi dan skala industri, variasi dari produk-produk yang dikeluarkan, dan tentu saja memenuhi harapan dan ekspektasi masyarakat luas. Hal ini sangat penting dilakukan agar dapat tergali sisi unik dari perbankan syariah dibandingkan institusi kuangan lainnya. dengan ditemukannya sisi unik tersebut, perbankan syariah dapat menciptakan inovasi dan diferensiasi produk-produk syariah dan berimplikasi pada positioning perbankan syariah yang buak lagi market follower, tetapi market leader
Keenam adalah sosialisasi secara terus-menerus oleh perbankan syariah. Sosialisasi penting untuk terus dilaksanakan diberbagai daerah di Indonesia sehingga masyarakat semakin paham tentang perbankan syariah dan apa yang dibawa olehnya. Selain itu, akad-akad syariah yang ada di perbankan syariah justru dapat dilihat dari sudut pandang peluang, bukan hambatan, apabila sosialisasi dilakukan dengan strategi yang matang. Hal-hal tersebut di atas dapat terlaksana apabila terdapat sinergi tersebut terjadi, ke depan perbankan syariah tidak lagi dianggap sebelah mata dan tidak sekadar menjadi alternatif, tetapi juga menjadi solusi bagi masyarakat Indonesia.
Sumber : www.republika.co.id oleh Izzudin Al Farras Adha